REPUBLIKA.CO.ID, CANBERA -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengaku kecewa atas pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Morrison mendesak pemerintah Indonesia untuk menunjukkan rasa hormat kepada para korban bom Bali 2002.
"Saya sangat kecewa, begitu juga masyarakat Australia. Rasa hormat harus ditunjukkan untuk kehidupan mereka yang telah hilang," ujar Morrison dilansir Washington Post, Selasa (22/1).
Australia telah melakukan diskusi tingkat tinggi dengan Indonesia sejak pekan lalu, tepat ketika keputusan pembebasan Ba'asyir diumumkan.
Adapun Ba'asyir, menurut Australia terlibat dalam kasus bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia. Morrison menegaskan, Pemerintah Australia akan melayangkan protes keras jika Ba'asyir dibebaskan.
"Kami tidak ingin orang itu bebas dan memicu pembunuhan warga Australia dan Indonesia, dan mengajarkan doktrin kebencian," kata Morrison.
Baca juga, PM Australia Minta RI Hormati Korban Bom Bali.
Warga Australia yang selamat dari serangan bom Bali 2002 mendesak agar Ba'asyir tidak dibebaskan. Salah satunya adalah Phill Britten yang merupakan kapten klub sepak bola Australian Rule.
Pada 2002, Britten bersama 19 rekan satu timnya sedang berada di klub malam di Bali ketika sebuah bom meledak. Peristiwa ini menewaskan tujuh anggota tim sepak bola tersebut.
"Tujuh teman saya meninggal, mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk menjalani sisa hidup mereka dengan damai. Kenapa dia (Ba'asyir dibebaskan)? Saya pikir ini menyerikan," ujar Britten kepada surat kabar The West Australian.
Sementara itu, warga Australia lainnya, Peter Hughes ikut menjadi korban dalam peristiwa bom Bali 2002. Hughes mengalami luka bakar pada tubuhnya hingga 50 persen. Dia menilai, Ba'asyir lebih baik mendapatkan hukuman mati ketimbang dibebaskan.
"Dia mungkin pantas mendapatkan hukuman mati, dia benar-benar harus bertanggung jawab," kata Hughes.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memutuskan untuk membebaskan Abu Bakar Ba'asyir. Jokowi menyebut pembebasan terpidana kasus terorisme itu dilakukan demi alasan dan atas dasar pertimbangan kemanusiaan.
Pertimbangkan aspek lain
Namun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mendadak menggelar konferensi pers (konpers) Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (21/1) malam. Pada konpers yang digelar selepas azan Maghrib itu Wiranto mengumumkan kajian atas upaya pembebasan Ustaz Abu Bakar Ba'asyir.
"Atas dasar pertimbangan kemanusiaan maka Presiden sangat memahami permintaan keluarga (Ba'asyir) tersebut. Namun, tentunya masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya," ujar Wiranto.
Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut tersebut di antaranya mengenai aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hukum, dan lain sebagainya.
Hal itu, kata Wiranto, diputuskan karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan pejabat terkait untuk melakulan kajian secara lebih mendalam.
"Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," katanya.
Setelah konferensi pers itu, Wiranto tak ingin ada spekulasi-spekulasi lain yang berkembang tentang Abu Bakar Baasyir. Pada kesempatan ini, Wiranto tidak menjawab pertanyaan wartawan tentang jadi atau tidaknya Abu Bakar Baasyir dibebaskan dengan jelas. "Inilah penjelasan resmi setelah saya melakukan kajian, melakukan rapat koordinasi, bersama seluruh pejabat terkait," jelasnya.